Askep
Scabies
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Scabies adalah penyakit
kulit yang disebabkan oleh infestisasi dan sensitisasi terhadap sarcoptes
scabiei varian hominis dan produknya. Sinnim dari penyakit ini adalah kudis,
the itch, gudig, budukan, dan gatal agogo.
Penyakit scabies ini
merupakan penyakit menular oleh kutu tuma gatal sarcoptes scabei tersebut, kutu
tersebut memasuki kulit stratum korneum, membentuk kanalikuli atau terowongan
lurus atau berkelok sepanjang 0,6 sampai 1,2 centimeter.
Akibatnya, penyakit ini
menimbulkan rasa gatal yang panas dan edema yang disebabkan oleh garukan. Kutu
betina dan jantan berbeda. Kutu betina panjangnya 0,3 sampai 0,4 milimeter
dengan empat pasang kaki, dua pasang di depan dengan ujung alat penghisap dan
sisanya di belakang berupa alat tajam. Sedangkan, untuk kutu jantan, memiliki
ukuran setengah dari betinanya. Dia akan mati setelah kawin. Bila kutu itu
membuat terowongan dalam kulit, tak pernah membuat jalur yang bercabang.
Syarat obat yang ideal adalah
efektif terhadap semua stadium tungau, tidak menimbulkan iritasi dan toksik,
tidak berbau atau kotor, tidak merusak atau mewarnai pakaian, mudah diperoleh
dan harganya murah.
B.
Permasalahan
Berdasarkan latar
belakang di atas, maka kami selaku penulis mengangkat beberapa permasalahan,
yaitu bagaimana konsep dasar dan konsep keperawatan pada klien dengan scabies,
khususnya pada anak?
C.
Tujuan
Tujuan dari pembuatan
makalah ini adalah untuk membahas konsep dasar dari scabies dan mengetahui proses
keperawatan pada klien dengan scabies.
BAB II
KONSEP DASAR SCABIES
KONSEP DASAR SCABIES
A.
Definisi
Scabies merupakan
penyakit kulit menular yang disebabkan oleh seekor tungau (kutu/mite)
yang bernama Sarcoptes scabei, filum Arthopoda , kelas Arachnida,
ordo Ackarina, superfamili Sarcoptes. Pada manusia oleh S.
scabiei var homonis, pada babi oleh S. scabiei var suis, pada
kambing oleh S. scabiei var caprae, pada biri-biri oleh S. scabiei
var ovis.
Penyakit scabies ini
merupakan penyakit menular oleh kutu tuma gatal Sarcoptes scabei, kutu
tersebut memasuki kulit stratum korneum, membentuk kanalikuli atau terowongan
lurus atau berkelok sepanjang 0,6 sampai 1,2 centimeter.
Kecil ukurannya, hanya
bisa dilihat dibawah lensa mikroskop, yang hidup didalam jaringan kulit
penderita, hidup membuat terowongan yang bentuknya memanjang dimalam hari. Itu
sebabnya rasa gatal makin menjadi-jadi dimalam hari, sehingga membuat orang
sulit tidur. Dibandingkan penyakit kulit gatal lainnya, scabies merupakan
penyakit kulit dengan rasa gatal yang lebih dibandingkan dengan penyakit kulit
lain.
Sinonim dari penyakit
ini adalah kudis, the itch, gudig, budukan, dan gatal agogo. Akibatnya,
penyakit ini menimbulkan rasa gatal yang panas dan edema yang disebabkan oleh
garukan. Kutu betina dan jantan berbeda. Kutu betina panjangnya 0,3 sampai 0,4
milimeter dengan empat pasang kaki, dua pasang di depan dengan ujung alat
penghisap dan sisanya di belakang berupa alat tajam. Sedangkan, untuk kutu
jantan, memiliki ukuran setengah dari betinanya. Dia akan mati setelah kawin.
Bila kutu itu membuat terowongan dalam kulit, tak pernah membuat jalur yang
bercabang.
Di dalam terowongan ini,
kutu bersarang dan mengeluarkan telurnya. Dalam waktu tujuh sampai 14 hari,
telur menetas dan membentuk larva yang dapat berubah menjadi nimfa, selanjutnya
terbentuk parasit dewasa. Hal yang paling disukai kutu betina adalah bagian
kulit yang tipis dan lembab, yaitu daerah sekitar sela jari longlegs dan
tangan, siku, pergelangan tangan, bahu, dan daerah kemaluan. Pada bayi yang
memiliki kulit serba tipis, telapak tangan, kaki, muka, dan kulit kepala sering
diserang kutu tersebut.
Faktor penunjang
penyakit ini antara lain social ekonomi rendah, hygiene buruk, sering berganti
pasangan seksual, kesalahan diagnosis, dan perkembangan demografis serta
ekologik. Penularan penyakit skabies inidapat terjadi scara langsung maupun
tidak langsung, karenanya tak heran jika penyakit gudik (skabies) dapat
dijumpai di sebuah keluarga, di kelas sekolah, di asrama, di pesantren.
B.
Etiologi
Scabies dapat disebabkan
oleh kutu atau kuman Sercoptes scabei varian hominis. Sarcoptes
scabieiini termasuk filum Arthopoda, kelas Arachnida, ordo Ackarina,
superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var hominis.
Kecuali itu terdapat S. scabiei yang lainnya pada kambing dan babi. Secara
morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan
bagian perutnya rata. Tungau ini transient, berwarna putih kotor, dan tidak
bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330-450 mikron x 250-350 mikron,
sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron.
Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2pasang longlegs di depan sebagai alat
alat untuk melekat dan 2pasang longlegs kedua pada betina berakhir dengan
rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan longlegs ketiga berakhir dengan
rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat. Siklus hidup tungau ini
sebagai berikut. Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang
jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup dalam terowongan yang digali
oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam
stratum korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil meletakkan
telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50. Bentuk betina
yang telah dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telurnya akan menetas,
biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki.
Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2-3
hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina,
dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk
dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari. Telur menetas menjadi larva dalam
waktu 3-4 hari, kemudian larva meninggalkan terowongan dan masuk ke dalam
folikel rambut. Selanjutnya larva berubah menjadi nimfa yang akan menjadi
parasit dewasa. Tungau betina akan mati setelah meninggalkan telur, sedangkan
tungau jantan mati setelah kopulasi. Sarcoptes scabiei betina dapat hidup
diluar pada suhu kamar selama lebih kurang 7-14 hari.Yang diserang adalah
bagian kulit yang tipis dan lembab, contohnya lipatan kulit pada orang dewasa.
Pada bayi, karena seluruh kulitnya masih tipis, maka seluruh badan dapat
terserang penyakit skabies ini.
C.
Pengklasifikasian
Skabies
Terdapat beberapa bentuk
skabies atipik yang jarang ditemukan dan sulit dikenal, sehingga dapat
menimbulkan kesalahan diagnosis. Beberapa bentuk tersebut antara lain (Sungkar,
S, 1995):
1.
Skabies
pada orang bersih (scabies of cultivated). Bentuk ini ditandai dengan lesi
berupa papul dan terowongan yang sedikit jumlahnya sehingga sangat sukar
ditemukan.
2.
Skabies
incognito. Bentuk ini timbul pada scabies yang diobati dengan kortikosteroid
sehingga gejala dan tanda klinis membaik, tetapi tungau tetap ada dan penularan
masih bisa terjadi. Skabies incognito sering juga menunjukkan gejala klinis
yang tidak biasa, distribusi atipik, lesi luas dan mirip penyakit lain.
3.
Skabies
nodular. Pada bentuk ini lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal. Nodus
biasanya terdapat didaerah tertutup, terutama pada genitalia laki-laki,
inguinal dan aksila. Nodus ini timbul sebagai reaksi hipersensetivitas terhadap
tungau scabies. Pada nodus yang berumur lebih dari satu bulan tungau jarang
ditemukan. Nodus mungkin dapat menetap selama beberapa bulan sampai satu tahun
meskipun telah diberi pengobatan anti scabies dan kortikosteroid.
4.
Skabies
yang ditularkan melalui hewan. Di Amerika, sumber utama skabies adalah anjing.
Kelainan ini berbeda dengan skabies manusia yaitu tidak terdapat terowongan,
tidak menyerang sela jari dan genitalia eksterna. Lesi biasanya terdapat pada
daerah dimana orang sering kontak/memeluk binatang kesayangannya yaitu paha,
perut, dada dan lengan. Masa inkubasi lebih pendek dan transmisi lebih mudah. Kelainan ini bersifat sementara (4 – 8 minggu) dan dapat sembuh sendiri karena S. scabiei var. binatang tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya pada manusia.
perut, dada dan lengan. Masa inkubasi lebih pendek dan transmisi lebih mudah. Kelainan ini bersifat sementara (4 – 8 minggu) dan dapat sembuh sendiri karena S. scabiei var. binatang tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya pada manusia.
5.
Skabies
Norwegia. Skabies Norwegia atau skabies krustosa ditandai oleh lesi yang luas
dengan krusta, skuama generalisata dan hyperkeratosis yang tebal. Tempat
predileksi biasanya kulit kepala yang berambut, telinga bokong, siku, lutut,
telapak tangan dan kaki yang dapat disertai distrofi kuku. Berbeda dengan
scabies biasa, rasa gatal pada penderita skabies Norwegia tidak menonjol tetapi
bentuk ini sangat menular karena jumlah tungau yang menginfestasi sangat banyak
(ribuan). Skabies Norwegia terjadi akibat defisiensi imunologik sehingga sistem
imun tubuh gagal membatasi proliferasi tungau dapat berkembangbiak dengan
mudah.
6.
Skabies
pada bayi dan anak. Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh,
termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering
terjadi infeksi sekunder berupa impetigo, ektima sehingga terowongan jarang
ditemukan. Pada bayi, lesi di muka. (Harahap. M, 2000).
7.
Skabies
terbaring ditempat tidur (bed ridden). Penderita penyakit kronis dan orang tua
yang terpaksa harus tinggal ditempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya
terbatas. (Harahap. M, 2000).
D.
Manifestasi
Klinis
Diagnosis dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda cardinal berikut
:
1.
Pruritus
noktuma (gatal pada malam hari) karena aktivitas tungau lebih tinggi pada suhu
yang lembab dan panas.
2.
Umumnya
ditemukan pada sekelompok manusia, misalnya mengenai seliruh anggota keluarga.
3.
Adanya
terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau
keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1cm, pada
uung menjadi pimorfi (pustu, ekskoriosi). Tempat predileksi biasanya daerah
dengan stratum komeum tpis, yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan
bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, aerola mammae dan
lipat glutea, umbilicus, bokong, genitalia eksterna, dan perut bagian bawah.
Pada bayi dapat menyerang bagian telapak tangan dan telapak kaki bahkan seluruh
permukaan ulit. Pada remaja dan orang dewasa dapat timbul pada kulit kepala dan
wajah.
4.
Menemukan
tungau merupakan hal yang paling diagnostk. Dapat ditemikan satu atau lebih
stadium hidup tungau ini.
Pada pasien yang selalu
menjaga hygiene, lesi yang timbul hanya sedikit sehingga diagnosis kadang kala
sulit ditegakkan. Jia penyakit berlangsung lama, dapat timbul likenifikasi,
impetigo, dan furunkulsis.
E.
Patofisiologi
Skabies
Kelainan kulit dapat
disebabkan tidak hanya dari tungau scabies, akan tetapi juga oleh penderita
sendiri akibat garukan. Dan karena bersalaman atau bergandengan sehingga
terjadi kontak kulit yang kuat, menyebabkan lesi timbul pada pergelangan
tangan. Gatal yang terjadi disebabkan leh sensitisasi terhadap secret dan
ekskret tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada
saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemuannya papul,
vesikel, dan urtika. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta, dan
infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal yang terjadi dapat lebih luas dari
lokasi tungau.
Tungau scabies penderita sendiri dan digaruk
Kontak kulit kuat
Bersalaman bergandengan
Timbul lesi
Pergelangan tangan
Gatal
Sensitivitas terhadap secret
Waktu 1 bulan setelah infestasi
Timbul papul,vesikel,urtika timbul erosi,eks koriosi, krusta
Digaruk infeksi skunder
Kelainan kulit dermatitis menyebar luas
Kontak kulit kuat
Bersalaman bergandengan
Timbul lesi
Pergelangan tangan
Gatal
Sensitivitas terhadap secret
Waktu 1 bulan setelah infestasi
Timbul papul,vesikel,urtika timbul erosi,eks koriosi, krusta
Digaruk infeksi skunder
Kelainan kulit dermatitis menyebar luas
F.
Pemeriksaan
Penunjang
Cara menemukan tungau :
1.
Carilah
mula-mula terowongan, kemudian pada ujung dapat terlihat papul atau vesiel.
Congkel dengan jarum dan letakkan diatas kaca obyek, lalu tutup dengan aca
penutup dan lhat dengan mikroskop cahaya.
2.
Dengan
cara menyikat dengan siat dan ditampung diatas selembar kertas putih dan dilihat
dengan kaca pembesar.
3.
Dengan
membuat bipsi irisan, caranya ; jepit lesidengan 2 jari kemudian buat irisa
tipis dengan pisau dan periksa dengan miroskop cahaya.
4.
Dengan
biopsy eksisional dan diperiska dengan pewarnaan HE.
G.
Penatalaksanaan
Syarat obat yang ideal
adalah efektif terhadap semua stadium tungau, tidak menimbulkan iritasi dan
toksik, tidak berbau atau kotor, tidak merusak atau mewarnai pakaian, mudah
diperoleh dan harganya murah.
Jenis obat topical :
1.
Belerang
endap (sulfur presipitatum) 4-20% dalam bentuk salep atau krim. Pada bayi dan
orang dewasa sulfur presipitatum 5% dalam minyak sangat aman dan efektif.
Kekurangannya adalah pemakaian tidak boleh kurang dari 3 hari karena tidak
efektif terhadap stadium telur, berbau, mengotori pakaian dan dapat menimbulkan
iritasi.
2.
Emulsi
benzyl-benzoat 20-25% efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam
selama 3 kali. Obat ini sulit diperoleh, sering memberi iritasi, dan
kadang-kadang makin gatal setelah dipakai.
3.
Gama
benzena heksa klorida (gameksan) 1% daam bentuk krim atau losio, termasuk obat
pilihan arena efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan, dan jarang
memberi iritasi. Obat ini tidak dianurkan pada anak dibawah umur 6 tahun dan
wanta hamil karena toksi terhadap susunan saraf pusat. Pemberiannya cup sekali
dalam 8 jam. Jika masihada gejala, diulangi seminggu kemudian.
4.
Krokamiton
10% dalamkrim atau losio mempunyaidua efek sebagai antiskabies dan antigatal.
Harus dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra. Krim( eurax) hanya efetif pada
50-60% pasien. Digunakan selama 2 malam berturut-turut dan dbersihkan setelah
24 jam pemakaian terakhir.
5.
Krim
permetrin 5% merupakan obat yang paling efektif dan aman arena sangat mematikan
untuk parasit S.scabei dan memiliki toksisitas rendah pada manusia.
6.
Pemberian
antibitika dapat digunakan jika ada infeksi sekunder, misalnya bernanah di area
yang terkena (sela-sela jari, alat kelamin) akibat garukan.
BAB III
PROSES KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Biodata
a. Identitas pasien
b. Identitas orang tua
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Pada pasien scabies terdapat lesi dikulit bagian punggung dan merasakan gatal terutama pada malam hari.
Pada pasien scabies terdapat lesi dikulit bagian punggung dan merasakan gatal terutama pada malam hari.
b. Riwayat kesehatan
sekarang
Pasien mulai merasakan gatal yang memanas dan kemudian menjadi edema karena garukan akibat rasa gatal yang sangat hebat.
Pasien mulai merasakan gatal yang memanas dan kemudian menjadi edema karena garukan akibat rasa gatal yang sangat hebat.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Pasien pernah masuk RS karena alergi.
Pasien pernah masuk RS karena alergi.
d. Riwayat kesehatan
keluarga
Dalam keluarga pasien ada yang menderita penyakit seperti yang klien alami yaitu kurap, kudis.
Dalam keluarga pasien ada yang menderita penyakit seperti yang klien alami yaitu kurap, kudis.
3. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi terhadap
kesehatan
Apabila sakit, klien biasa membeliobat di tko obat terdeat atauapabila tidak terjadi perubahan pasien memaksakan diri ke puskesmas atau RS terdekat.
Apabila sakit, klien biasa membeliobat di tko obat terdeat atauapabila tidak terjadi perubahan pasien memaksakan diri ke puskesmas atau RS terdekat.
b. Pola aktivitas latihan
Aktivitas latihan selama sakit : Aktivitas 0 1 2 3 4
Aktivitas latihan selama sakit : Aktivitas 0 1 2 3 4
1) Makan
2) Mandi
3) Berpakaian
4) Eliminasi
5) Mobilisasi di tempat
tidur
Keterangan
0 : Mandiri
1 : Dengan menggunakan alat bantu
2 : Dengan menggunakan bantuan dari orang lain
3 : Dengan bantuan orang lain dan alat bantu
4 : Tergantung total, tidak berpartisipasi dalam beraktivitas
0 : Mandiri
1 : Dengan menggunakan alat bantu
2 : Dengan menggunakan bantuan dari orang lain
3 : Dengan bantuan orang lain dan alat bantu
4 : Tergantung total, tidak berpartisipasi dalam beraktivitas
c. Pola istirahat
tidur
Pada pasien scabies terjadi gangguan pola tidur akibat gatal yang hebat pada malam hari.
Pada pasien scabies terjadi gangguan pola tidur akibat gatal yang hebat pada malam hari.
d. Pola nutrisi metabolik
Tidak ada gangguan dalam nutrisi metaboliknya.
Tidak ada gangguan dalam nutrisi metaboliknya.
e. Pola elimnesi
Klien BAB 1x sehari, dengan konsitensi lembek, wrna kuning bau khas dan BAK 4-5x sehari, dengan bau khas warna kuning jernih.
Klien BAB 1x sehari, dengan konsitensi lembek, wrna kuning bau khas dan BAK 4-5x sehari, dengan bau khas warna kuning jernih.
f. Pola kognitif perceptual
Saat pengkajian kien dalam keadaan sadar, bicara jelas, pendengaran dan penglihatan normal.
Saat pengkajian kien dalam keadaan sadar, bicara jelas, pendengaran dan penglihatan normal.
g. Pola peran hubungan : Sistem
dukungan orang tua.
h. Pola konsep diri
i. Pola seksual reproduksi
Pada klien scabies mengalami gangguan pada seksual reproduksinya.
Pada klien scabies mengalami gangguan pada seksual reproduksinya.
j. Pola koping
1) Masalah utama yang
terjadi selama klien sakit, klien selalu merasa gatal, dan pasien menjadi malas
untuk bekerja.
2) Kehilangan atau
perubahan yang terjadi klien malas untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan
dengan agen cidera biologi.
2. Gangguan pola tidur
berhubungan dengan rasa gatal yang hebat khususnya pada malam hari.
3. Gangguan citra tubuh
berhubungan dengan perubahan dalam penampilan.
4. Ansietas
berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
5. Kerusakan integritas
kulit berhubungan dengan edema.
6. Resiko infeksi
dengan factor risiko:
a. Jaringan kulit rusak
b. Prosedur infasif
C. Rencana Intervensi
Dx 1: Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologi.
Dx 1: Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologi.
Tujuan : Setelah dilakukan
tindakan asuhan keperawatan diharapkan nyeri klien dapat teratasi dengan
KH:
KH:
1. Nyeri terkontrol
2. Gatal mulai hilang
3. Puss hilang
4. kulit tidak memerah
Intervensi:
1. Kaji intensitas
nyeri, karakteristik dan catat lokasi.
2. Berikan perawatan kulit
dengan sering, hilangkan rangsangan lingkungan yang kurang menyenangkan.
3. Kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian analgesic.
4. kolaborasi pemberian
antibiotika.
Dx
2: Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa gatal yang hebat
khususnya pada malam hari.
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan tidur klien tidak terganggu.
KH
:
1. Mata klien tidak bengkak
lagi.
2. Klien tidak sering terbangun
di malam hari.
3. Klien tidak pucat.
Intervensi:
1. Kaji tidur klien
2. Berikan kenyamanan pada
klien (kebersihan tempat tidur klien)
3. Kolaborasi dengan dokter
pemberian analgetic.
4. Catat banyaknya klien
terbangun dimalam hari.
5. Berikan lingkungan yang
nyaman dan kurangi kebisingan.
6. Berikan minum hangat
(susu) jika perlu.
7. Berikan musik klasik
sebagai pengantar tidur
Dx
3 : Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dalam
penampilan.
Tujuan : Setelah dilakukan
tindakan asuhan keperawatan diharapkan klien tidak mengalami gangguan dalam
cara penerapan citra diri.
KH :
1. Mengungkapkan penerimaan
atas penyakit yang di alaminya.
2. Mengakui dan memantapkan
kembali system dukungan yang ada.
Intervensi:
1. Dorong individu untuk
mengekspresian perasaan khususnya mengenai pikiran, pandangan dirinya.
2. Dorong individu untuk
bertanya mengenai masalah penanganan, perkembangan kesehatan.
Dx
4 : Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Tujuan : Setelah dilakukan
tindakan asuhan keperawatan diharapkan klien tidak cemas lagi.
KH
:
1. Klien tidak resah
2. Klien tampak tenang dan
mampu menerima kenyaataan
3. Klien mampu
mengidentifiasi dan mengungkapkan gejala cemas
Intervensi:
1. Identifiasi kecemasan
2. Gunakan pendekatan yang
menyenangkan.
3. Temani pasien untuk
memberian keamanan dan mengurangi takut.
4. Bantu pasien mengenal
situasi yang menimbulkan kecemasan.
5. Berikan informasi
faktual tentang diagnosis, tindakan prognosis.
6. Berikan obat untuk
mengurangi kecamasan
Dx
5 : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema.
Tujuan : Setelah dilakukan
tindakan asuhan keperawatan diharapkan lapisan kulit klien terlihat normal.
KH
:
1. Integritas kulit
yang baik dapat dipetahankan (sensasi, elastisitas, temperatur).
2. Tidak ada luka atau lesi
pada kulit.
3. Mampu melindungi kulit
dan mempertahankan kelembapan kulit serta perawatan alami.
4. Perfusi jaringan baik .
Intervensi:
1. Anjurkan pasien
menggunakan pakaian yang longgar.
2. Jaga kebersihan
kulit agar tetap bersih dan kering.
3. Monitor kulit akan
adanya kemerahan.
4. Mandikan pasien dengan
air hangat dan sabun
Dx
6 : Resiko infeksi dengan factor risiko:
a. Jaringan kulit rusak
b. Prosedur infasif
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan klien tidak terjadi resiko
infeksi.
KH
:
1. Klien bebas dari tanda
dan gejala infeksi.
2. Menunjukan kemampuan
untuk mencegah timbulnya infeksi.
3. Menunjukkan perilaku
hidup sehat.
4. Mendeskripsikan proses
penularan penyakit, factor yang mempengaruhi penularan dan penatalaksanaannya.
Intervensi:
1. Monitor tanda dan gejala
infeksi.
2. Monitor kerentanan
terhadap infeksi.
3. Batasi pengunjung bila
perlu.
4. Instruksikan pada
pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah meninggalkan
pasien.
5. Pertahankan lingkngan
aseptic selama pemasangan alat.
6. Berikan perawatan kulit
pada area epidema.
7. Inspeksi kulit dan
membrane mukosa terhadap kemerahan, panas.
8. Inspeksi kondisi luka
9. Berikan terapi anibiotik
bila perlu.
10. Ajarkan cara menghindari
infeksi.
BAB IV
PENUTUP
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit scabies ini
merupakan penyakit menular oleh kutu tuma gatal sarcoptes scabei tersebut, kutu
tersebut memasuki kulit stratum korneum, membentuk kanalikuli atau terowongan
lurus atau berkelok sepanjang 0,6 sampai 1,2 centimeter.
Akibatnya, penyakit ini
menimbulkan rasa gatal yang panas dan edema yang disebabkan oleh garukan. Kutu
betina dan jantan berbeda. Kutu betina panjangnya 0,3 sampai 0,4 milimeter
dengan empat pasang kaki, dua pasang di depan dengan ujung alat penghisap dan
sisanya di belakang berupa alat tajam. Sedangkan, untuk kutu jantan, memiliki
ukuran setengah dari betinanya. Dia akan mati setelah kawin. Bila kutu itu
membuat terowongan dalam kulit, tak pernah membuat jalur yang bercabang.
Syarat obat yang ideal
adalah efektif terhadap semua stadium tungau, tidak menimbulkan iritasi dan
toksik, tidak berbau atau kotor, tidak merusak atau mewarnai pakaian, mudah
diperoleh dan harganya murah.
DAFTAR PUSTAKA
Defka.
2010. Asuhan Keperawatan Skabies. (http://defkanurse.wordpress.com/2010/08/06/asuhan-keperawatan-skabies/, diakses tanggal 18 Januari 2011).
Mansjoer,
Arif., Suprohaita, Wardhani, W.A., dan Setiowulan, wiwiek │Eds.│. Kapita
Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Auscalapius.
Nenk.
2009. Skabies (http://www.lenterabiru.com/2009/09/skabies.htm, diakses tanggal 18 Januari 2011).
Staf
Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. 1985. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Thanks Dah Pada Mampir
0 komentar:
Posting Komentar