ASUHAN KEPERAWATAN PADA SISTEM PERNAPASAN
DENGAN AKALASIA
OLEH:
SILVANUS PRIMANGGONO
SI.
KEPERAWATAN
STIKES St. FATIMAH MAMUJU
2011/2012
AKALASIA
KONSEP
DASAR MEDIS
1.DEFENISI
Akalasia
merupakan suatu gangguan motilitas primer esofagus yang ditandai oleh kegagalan
sfingter esofagus bagian distal yang hipertonik untuk berelaksasi pada waktu
menelan makanan dan hilangnya peristalsis esofagus.
Akalasia
adalah tidak adanya atau tidak efektifnya peristaltic esophagus distal disertai
dengan kegagalan sfingter esophagus untuk rileks dalam respon terhadap menelan.
Merupakan
suatu keadaan yang ditandai dengan peristaltik yang lemah dan tidak teratur,
atau aperistaltis korpus esofagus.
2.ANATOMI FISIOLOGI
Esofagus merupakan suatu organ
silindris berongga dengan panjang sekitar 25 cm dan garis tengah 2 cm.
Terbentang dari hipofaring hingga kardia lambung Esofagus terletak posterior
terhadap jantung dan trakea, anterior terhadap vertebra dan berjalan melalui
lubang pada diafragma tepat anterior terhadap aorta.
Otot esofagus bagian sepertiga atas
adalah otot rangka yang berhubungan erat dengan otot-otot faring sedangkan dua
pertiga bawah adalah otot polos yang terdiri dari otot sirkuler dan otot
longitudinal seperti yang terdapat pada organ saluran cerna yang lain.Berbeda
dengan bagian saluran cerna yang lain, bagian luar esofagus tidak memiliki
lapisan serosa ataupun selaput peritonium melainkan terdiri atas jaringan ikat
jarang yang menghubungkan esofagus dengan struktur-struktur yang berdekatan.
Esofagus mengalami penyempitan di tiga
tempat yaitu setinggi cartilago cricoideus pada batas antara faring dan
esofagus, rongga dada bagian tengah akibat tertekan lengkung aorta dan cabang
bronkus utama kiri, serta pada hiatus esofagus diafragma.
Pada kedua ujung esofagus terdapat
otot sfingter. Krikofaringeus membentuk sfingter bagian atas yang terdiri dari
serabut-serabut otot rangka. Sfingter esofagus bagian bawah ,walaupun secara
anatomis tidak nyata ,bertindak sebagai sfingter dan berperan sebagai sawar
terhadap refluks isi lambung ke dalam esofagus.
Distribusi darah esofagus mengikuti
pola segmental. Bagian atas disuplai oleh cabang-cabang a. thyroidea inferior
dan a. subclavia. Bagian tengah disuplai oleh cabang-cabang segmental aorta dan
a.bronkiales, sedangkan bagian subdiafragmatika disuplai oleh a.gastrika
sinistra dan a. frenica inferior.
Aliran darah vena juga melalui pola
segmental. Vena-vena esofagus bagian leher mengalirkan darah ke v.azygos dan v.
Hemiazygos sedangkan vena-vena esofagus bagian subdiafragmatika masuk ke dalam
v.gastrica sinistra.
Persarafan utama esofagus dilakukan
oleh serabut-serabut simpatis dan parasimpatis dari sistim saraf otonom.
Serabut saraf simpatis dibawa oleh n. vagus. Selain serabut saraf ekstrinsik,
terdapat jala-jala serabut saraf intramural intrinsik di antara lapisan otot
sirkuler dan longitudinal ( pleksus mienterikus Auerbach ) dan pleksus Meissner
yang terletak pada submukosa esofagus.
3.ETIOLOGI
Penyebab penyakit ini
sampai sekarang belum diketahui, para ahli menganggap penyakit ini merupakan
disfungsi neuromuskuler dengan lesi primer mungkin terletak di dinding
esofagus, nervus vagus atau batang otak. Secara histoligik, ditemukan kelainan
berupa degenarasi sel ganglian plexus averbach sepanjang torakal esofagus. Hal
ini juga diduga sebagai penyebab gangguan
peristaltik esofagus. Gangguan
emosi dan trauma psikis dapat menyebabkan bagian distal esofagus dalam keadaan kontraksi. Selain itu juga
dapat disebabakan oleh karsinoma lambung yang menginvasi esofagus, penyinaran
serta toksin atau obat tertentu.
Penyebab penyakit ini
sampai sekarang belum diketahui. Secara histologik diteraukan kelainan berupa degenerasi sel ganglion plexus Auerbach
sepanjang esofagus pars torakal. Dari beberapa data disebutkan bahwa
faktor-faktor seperti herediter, infeksi, autoimun, dan degeneratif adalah
kemungkinan penyebab dari akalasia.
a.
TeoriGenetik
Temuan kasus akalasia pada
beberapa orang dalam satu keluarga telah mendukung bahwa akalasia kemungkinan
dapat diturunkan secara genetik. Kemungkinan ini berkisar antara 1 % sampai 2%
dari populasi penderita akalasia.
b.
Teori Infeksi
Faktor-faktor yang
terkait termasuk bakteri (diphtheria pertussis, clostridia, tuberculosis dan
syphilis), virus (herpes, varicella zooster, polio dan measles), Zat-zat toksik
(gas kombat), trauma esofagus dan iskemik esofagus uterine pada saat rotasi
saluran pencernaan intra uterine. Bukti yang paling kuat mendukung faktor
infeksi neurotropflc sebagai etiologi. Pertama, lokasi spesifik pada esofagus
dan fakta bahwa esofagus satu-satunya bagian saluran pencernaan dimana otot
polos ditutupi oleh epitel sel skuamosa yang memungkinkan infiltrasi faktor infeksi.
Kedua, banyak perubahan patologi yang terlihat pada akalasia dapat menjelaskan
faktor neurotropik virus tersebut. Ketiga, pemeriksaan serologis menunjukkan hubungan antara
measles dan varicella zoster pada pasien akalasia.
c.
Teori Autoimun
Penemuan teori autoimun
untuk akalasia diambil dari beberapa somber. Pertama, respon inflamasi dalam
pleksus mienterikus esofagus didominasi oleh limfosit T yang diketahui berpefan
dalam penyakit autoimun. Kedua, prevalensi tertinggi dari antigen kelas II,
yang diketahui berhubungan dengan penyakit autoimun lainnya. Yang terakhir,
beberapa kasus akalasia ditemukan autoantibodi dari pleksus mienterikus.
d.
Teori Degeneratif
Studi epidemiologi dari
AS. menemukan bahwa akalasia berhubungan dengan proses penuaan dengan status
neurologi atau penyakit psikis, seperti penyakit Parkinson dan depresi.
4.KLASIFIKASI
Menurut etiologinya, akalasia dapat dibagi dalam 2 bagian, yaitu
:
a.
Akalasia primer,(yang paling sering ditemukan). Penyebab yang jelas tidak
diketahui. Diduga disebabkan oleh virus neurotropik yang berakibat lesi pada
nukleus dorsalis vagus pada batang otak dan ganglia mienterikus pada esofagus.
Disamping itu, faktor keturunan juga cukup berpengaruh pada kelainan ini.
b.
Akalasia sekunder, (jarang ditemukan). Kelainan ini dapat disebabkan oleh
infeksi, tumor intraluminer seperti tumor kardia atau pendorongan ekstraluminer
seperti pseudokista pankreas. Kemungkinan lain dapat disebabkan oleh obat
antikolinergik atau pascavagotomi.
5.PATOFISIOLOGI
Kontraksi dan relaksasi sfingter esofagus bagian bawah diatur
oleh neurotransmitter perangsang seperti asetilkolin dan substansi P, serta
neurotransmitter penghambat seperti nitrit oxyde dan vasoactve intestinal
peptide.
Menurut Castell ada dua defek penting pada pasien akalasia:
a.
Obstruksi pada sambungan
esofagus dan lambung akibat peningkatan sfingter
esofagus bawah (SEB) istirahat jauh di atas normal dan gagalnya SEB
untuk relaksasi sempurna. Beberapa penulis menyebutkan adanya hubungan antara
kenaikan SEB dengan sensitifitas terhadap hormon gastrin. Panjang SEB manusia
adalah 3-5 cm sedangkan tekanan SEB basal normal rata-rata 20 mmHg. PaDa
akalasia tekanan SEB meningkat sekitar dua kali lipat atau kurang lebih 50
mmHg.
Gagalnya relaksasi SEB ini disebabkan penurunan tekanan sebesar
30-40% yang dalam keadaan normal turun sampai 100% yang akan mengakibatkan
bolus makanan tidak dapat masuk ke dalam lambung. Kegagalan ini berakibat
tertahannya makanan dan minuman di esofagus. Ketidakmampuan relaksasi sempurna
akan menyebabkan adanya tekanan residual. Bila tekanan hidrostatik disertai
dengan gravitasi dapat melebihi tekanan residual, makanan dapat masuk ke dalam
lambung.
b.
Peristaltik esofagus yang tidak normal disebabkan karena
aperistaltik dan dilatasi ⅔ bagian bawah korpus esofagus. Akibat lemah dan
tidak terkoordinasinya peristaltik sehingga tidak efektif dalam mendorong bolus
makanan melewati SEB. Dengan berkembangnya penelitian ke arah motilitas, secara
obyektif dapat ditentukan motilitas esofagus secara manometrik pada keadaan
normal dan akalasia.
Pada literature lain
juga menyebutkan bahwa patofisiologi akalasia, yaitu:
1.
Neuropatologi
Beberapa macam kelainan patologi dari akalasia telah banyak
dikemukakan. Beberapa dari perubahan ini mungkin primer (misal : hilangnya
sel-sel ganglion dan inflamasi mienterikus), dimana yang lainnya (misal :
perubahan degeneratif dari n. vagus dan nukleus motoris dorsalis dari n. vagus,
ataupun kelaianan otot dan mukosa) biasanya merupakan penyebab sekunder dari
stasis dan obstruksi esofagus yang lama.
a.
Kelainan pada Innervasi Ekstrinsik
Saraf eferen dari n. vagus, dengan badan-badan selnya di nukleus
motoris dorsalis, menstimulasi relaksasi dari LES dan gerakan peristaltik yang
merupakan respon dari proses menelan. Dengan mikroskop cahaya, serabut saraf
vagus terlihat normal pada pasien akalasia. Namun demikian, dengan menggunakan
mikroskop elektron ditemukan adanya degenerasi Wallerian dari n. vagus dengan
disintegrasi dari perubahan aksoplasma pada sel-sel Schwann dan degenarasi dari
sehlbung myeh'n, yang merupakan perubahan-perubahan yang serupa dengan
percobaan transeksi saraf.
b.
Kelainan pada Innervasi Intrinsik.
Neuron nitrergik pada pleksus mienterikus menstimulasi inhibisi
disepanjang badan esofagus dan LES yang timbul pada proses menelan. Inhibisi
ini penting untuk menghasilkan peningkatah kontraksi yang stabil sepanjang
esofagus, dimana menghasilkan gerakan peristaltik dan relaksasi dari LES. Pada
akalasia, sistem saraf inhibitor intrinsik dari esofagus menjadi rusak yang
disertai inflamasi dan hilangnya sel-sel ganglion di sepanjang pleksus
mienterikus Auerbach.
c.
Kelainan Otot Polos Esofagus.
Pada muskularis propria, khususnya pada otot polos sirkuler
biasanya menebal pada pasien akalasia. Goldblum mengemukakan secara mendetail
beberapa kelainan otot pada pasien akalasia setelah proses esofagektomi.
Hipertrofi otot muncul pada semua kasus, dan 79% dari specimen memberikan bukti
adanya degenerasi otot yang biasanya melibatkan fibrosis tapi tennasuk juga
nekrosis likuefaktif, perubahan vakuolar, dan kalsifikasi distrofik. Disebutkan
juga bahwa perubahan degeneratif disebabkan oleh otot yang memperbesar suplai
darahnya oleh karena obstruksi yang lama dan dilatasi esofagus. Kemungkinan
lain menyebutkan bahwa hipertrofi otot merupakan reaksi dari hilangnya
persarafan.
d.
Kelainan pada Mukosa Esofagus.
Kelainan mukosa, di perkirakan akibat sekunder dari statis
luminal kronik yang telah digambarkan pada akalasia. Pada semua kasus, mukosa
skuamosa dari penderita akalasia menandakan hiperplasia dengan papillamatosis
dan hiperplasia sel basal. Rangkaian p53 pada mukosa skuamosa dan sel CD3+
selalu melebihi sel CD20+, situasi ini signifikan dengan inflamasi kronik, yang
kemungkinan berhubungan dengan tingginya resiko karsinoma sel skuamosa pada
pasien akalasia.
e.
Kelainan Otot Skelet.
Fungsi otot skelet pada proksimal esofagus dan spingter esofagus
atas terganggu pada pasien akalasia. Meskipun peristaltik pada otot skelet
normal tetapi amplitude kontraksi peristaltik mengecil. Massey dkk. juga
melaporkan bahwa refleks sendawa juga terganggu. Ini menyebabkan esofagus
berdilatasi secara masif dan obstruksi jalan napas akut.
2.
Kelainan Neurofisiologik.
Pada
esofagus yang sehat, neuron kolinergik eksftatori melepaskan asetilkolin
menyebabkan kontraksi otot dan meningkatkan tonus LES, dimana inhibisi neuron
NO/VIP memediasi inhibisi sehingga mengbambat respon menelan sepanjang
esofagus, yang menghasilkan gerakan peristaltik dan relaksasi LES. Kunci
kelainan dari akalasia adalah kerusakan dari neuron inhibitor postganglionik
dari otot sikuler LES.
6.MANIFESTASI
KLINIK
a.
Sulit menelan baik cair dan padat
b.
Pasien mepunyai sensasi makanan menyumbat pada bagian bawah
esophagus.
c.
Muntah, secara spontan aau sengaja untuk menghilangkan ketidak
nyamanan
d.
Nyeri dada dan ulu hati (pirosis). Nyeri bisa karena
makanan atau tidak.
e.
Kemungkinan komplikasi pulmonal akibat aspirasi isi lambung.
f.
Disfagia, merupakan keluhan utama dari penderita Akalasia.
Disfagia dapat terjadi secara tiba-tiba setelah menelan atau bila ada gangguan
emosi. Disfagia dapat berlangsung sementara atau progresif lambat. Biasanya
cairan lebih sukar ditelan dari pada makanan padat.
g.
Penurunan berat badan terjadi karena penderita berusaha
mengurangi makannya unruk mencegah terjadinya regurgitasi dan perasaan nyeri di
daerah substernal.
h.
Regurgitasi isi esophagus yang stagnan. Regurgitasi dapat timbul
setelah makan atau pada saat berbaring. Sering regurgitasi terjadi pada malam
hari pada saat penderita tidur, sehingga dapat menimbulkan pneumonia aspirasi
dan abses paru.
i.
Rasa terbakar dan Nyeri Substernal dapat dirasakan pada stadium
permulaan. Pada stadium lanjut akan timbul rasa nyeri hebat di daerah
epigastrium dan rasa nyeri ini dapat menyerupai serangan angina pektoris.
j.
Gejala lain yang biasa dirasakan penderita adalah rasa penuh
pada substernal dan akibat komplikasi dari retensi makanan.
k.
Adanya ruptur esofagus karena dilatasi
l.
Kesukaran menempatkan dilator pneumatik karena dilatasi esofagus
yang sangat hebat
7.PENATALAKSANAAN
a.
Pasien harus diintruksikan untuk makan dengan perlahan dan minum
cairan pada saat makan.
b.
Kalsum dan nitrit, digunakan untuk menurunkan tekanan esophagus
dan memperbaiki menelan, jika tidak berhasil dilakukan pembedahan dengan
dilatasi pneumetik atau pemisaha serat otot.
c.
Akalasia dapat diobati secara konserfatif dengan meregangkan
area esophagus yang menyempit disertai dilatasi pneumatic.
8.KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi dan
akalasia sebagai akibat an retensi makanan pada esofagus adalah sebagai berikut
:
a.
Obstruksi saluran pethapasan
b.
Bronkhitis
c.
Pneumonia aspirasi
d.
Abses para
e.
Divertikulum
f.
Perforasi esofagus.
g.
Small cell carcinoma
h.
Sudden death
i.
Esophagitis, yang disebabkan oleh efek
iritasi dari makanan dan cairan-cairan yang menumpuk di esophagus untuk
periode-periode waktu yang berkepanjangan. Mungkin juga ada
pemborokan-pemborokan esophagus.
9.PEMERIKSAAN
a.
Pemeriksaan Radiologik
Pada foto polos toraks
tidak menampakkan adanya gelembung-gelembung udara pada bagian atas dari
gaster, dapat juga menunjukkan gambaran air fluid level pada sebelah posterior
mediastinum. Pemeriksaan esofagogram barium dengan pemeriksaan fluoroskopi,
tampak dilatasi pada daerah dua pertiga distal esofagus dengan gambaran
peristaltik yang abnormal serta gambaran penyempitan di bagian distal esofagus
atau esophagogastric junction yang menyerupai seperti bird-beak like
appearance.
b.
Pemeriksaan Esofagoskopi
Esofagoskopi merupakan
pemeriksaan yang dianjurkan untuk semua pasien akalasia oleh karena beberapa
alasan yaitu untuk menentukan adanya esofagitis retensi dan derajat
keparahannya, untuk melihat sebab dari obstruksi, dan untuk memastikan ada
tidaknya tanda keganasan. Pada pemeriksaan ini, tampak pelebaran lumen esofagus
dengan bagian distal yang menyempit, terdapat sisa-sisa makanan dan cairan di
bagian proksimal dari daerah penyempitan, Mukosa esofagus berwarna pucat, edema
dan kadang-kadang terdapat tanda-tanda esofagitis aldbat retensi makanan.
Sfingter esofagus bawah akan terbuka dengan melakukan sedikit tekanan pada
esofagoskop dan esofagoskop dapat masuk ke lambung dengan mudah.
c.
Pemeriksaan Manometrik
Gunanya untuk mem'lai
fungsi motorik esofagus dengan melakukan pemeriksaan tekanan di dalam lumen
sfingter esofagus. Pemeriksaan ini untuk memperlihatkan kelainan motilitas
secara- kuantitatif dan kualitatif. Pemeriksaan dilakukan dengan memasukkan
pipa untuk pemeriksaan manometri melalui mulut atau hidung. Pada akalasia yang
dinilai adalah fungsi motorik badan esofagus dan sfingter esofagus bawah. Pada
badan esofagus dinilai tekanan istirahat dan aktifitas peristaltiknya. Sfingter
esofagus bagian bawah yang dinilai adalah tekanan istirahat dan mekanisme
relaksasinya. Gambaran manometrik yang khas adalah tekanan istirahat badan
esofagus meningkat, tidak terdapat gerakan peristaltik sepanjang esofagus
sebagai reaksi proses menelan. Tekanan sfingter esofagus bagian bawah normal
atau meninggi dan tidak terjadi relaksasi sfingter pada waktu menelan
d.
Film dada
Pelebaran esophagus yang
disebabkan tetahannya ini maknan akan memperlihatkan gmabaran mediastinum yang
melebar. Udara yang berkurang pada lamung menghasilkan gelembung udara yang
berjumlan sedikit atau tidak ada samasekali. Aspirasi kealam paru dapat menyebabkan
berbagai perubahan dibagian basal
Penelanan barium, menunjukan dilatasu esophagus yang berukuran
besar dan berliku, biasanya disertai adanya resdiu makanan yang tertahan.
Terdapat aktifitans peristaltic yang buruk disertai penyempitan sambungan
esofagograstit akibat kegagalan rlaksasi sfingter bagian bawah
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Observasi / temuan
Aktivitas
/ Istirahat
Gejala :
Kelemahan, kelelahan.
Tanda :
takikardia, takipnea/hiperventilasi (respon terhadap aktivitas).
Sirkulasi
Gejala : Hipotensi (termasuk postural).
Takikardia, distrimia
(hipovolemia/hipoksemia).
Kelemahan/nadi perifer lemah.
Pengisian kapiler lambat/perlahan
(vasokonstriksi).
.... Warna kulit : pucat, sianosis (tergantung
pada jumlah kehilangan darah).
.... Kelembaban kulit/membran mukosa; berkeringat
(menunjukkan status syok, nyeri
akut, respons psikolog).
Integritas Ego
Gejala : Faktor stress akut atau kronis (keuangan,
hubungan, kerja).
Perasaan tak berdaya.
Tanda : Tanda ansietas, mis, gelisah, pucat,
berkeringat, perhatian menyempit, gemetar, suara gemetar.
Eliminasi
Gejala : Riwayat perawatan di rumah sakit sebelumnya
karena perdarahan GI atau masalah yang berhubungan dengan GI, mis.luka
peptic/gaster,gastritis, bedah gaster, iradiasi area gaster. Perubahan pola
defekasi/karakteristik feses.
Tanda : Nyeri tekan abdomen, distensi.
Makanan/Cairan
Gejala : Anoreksia, mual, muntah (muntah yang
memanjang di duga obsruksi pilorik bagian
luar sehubungan dengan luka duodenal).
Masalah menelan; cegukan
Nyeri ulu hati, sendawa bau asam, mual/muntah.
Tidak toleran terhadap makanan, contoh makana
pedas, coklat; diet khusus untuk
penyakit ulkus sebelumnya.
Tanda : Muntah: warna kopi gelap atau merah cerah,
dengan atau tanpa bekuan darah.
Membran mukosa kering, penurunan produksi
mukosa, turgor kulit buruk
(perdarahan kronis).berat jenis urine
meningkat.
Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri, digambarkan sebagai tajam, dangkal, rasa terbakar, perih;
nyeri hebat tiba
tiba dapat di sertai perforasi.
Rasa ketidaknyamanan/distress
samar-samar setelah makan banyak dan hilang
dengan makan (gastritis akut).
Tak ada nyeri (varises esofafageal)
atau Gastritis).
Faktor pencetus: Makanan, rokok,
alcohol, penggunaan obat-obatan tertentu
(salisilat, reserpin, antibiotic,
ibuprofen), stresor psikologis.
Tanda : Wajah berkerut, berhati-hati pada area yang sakit, pucat
berkeringat, perhatian
menyempit.
Keamanan
Gejala : Alergi terhadap obat/sensitive, nis.,ASA
Tanda : Peningkatan suhu
Spider angioma, eritema palmar
(menunjukkan sirosis/hipertensiportal).
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan disfagia atau susah menelan.
2. Ketakutan/Ansietas
berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
3. Nyeri yang
berhubungan dengan inflamasi Esofagus dan/atau nyeri ulu hati.
4. Resiko infeksi
berhubungan dengan adanya luka pada Esofagus.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan disfagia atau susah menelan.
Tujuan : 1. Nafsu makan
bertambah.
2. Nutrisi terpenuhi dengan adekuat.
Intervensi :
1. Berikan makanan dalam jumlah sedikit
namun sering.
R/ Porsi makan sedikit tapi sering dapat memenuhi nutrisi dan mencegah
muntah.
2. Anjurkan klien untuk mengunyah makanan dengan
baik dan makan dengan Perlahan.
R/ memudahkan makanan masuk kedalam Esofagus.
3. Berikan perawatan oral teratur, sering, termasuk
minyak untuk bibir.
R/ Mencegah ketidaknyamanan karena mulut dan bibir pecah yang disbabkan
oleh pembatasan cairan dan selang NG.
4. Catat berat badan saat masuk dan bandingkan
dengan saat berikutnya.
R/ Memberikan informasi tentang keadekuatan masukan diet/penentuan
kebutuhan nutrisi.
2. Ketakutan/Ansietas
berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Tujuan : 1. Ansietas berkurang
2. Kecemasan teratasi
Intervensi :
1. Awasi respon fisiologis mis, takipnea, palpitasi, pusing, sakit kepala,
sensasi kesemutan.
R/ Dapat menjadi indikatif derajat takut yang dialami pasien tetapi dapat
juga berhubungan dengan kondisi fisik/status syok.
2. Catat petunjuk perilaku contoh gelisah, mudah terangsang, kurang kontak
mata, perilaku melawan/menyerang.
R/ Indikator derajat takut yang dialami pasien mis.,pasien akan merasa tak
terkontrol terhadap situasi atau mencapai status panik.
3. Berikan informasi akurat, nyata tentang apa yang dilakukan, mis.,sensasi
yang diharapkan, prosedur biasa.
R/ Melibatkan pasien dalam rencana asuhan dan menurunkan ansietas yang tak
perlu tentang ketidaktahuan.
4. Berikan lingkungan tenang untuk istrahat.
R/ Memindahkan pasien dari stresor luar meningkatkan relaksasi, dapat
meningkatkan keterampilan koping.
5. Berikan kesempatan pada orang terdekat untuk mengepresikan
perasaan/masalah. Dorong orang terdekat untuk memperlihatkan perilaku nyata
positif.
R/ Membantu orang terdekat menerima kecemasan/rasa takutnya sendiri yang
dapat dipindahkan ke pasien. Meningkatkan perilaku dukungan yang dapat
mempermudah penyembuhan.
3. Nyeri yang
berhubungan dengan inflamasi Esofagus atau nyeri ulu hati.
Tujuan
: 1. Menghilangkan Nyeri.
Intervensi
:
1. Catat keluhan nyeri,termasuk lokasi, lamanya, intensitas (skala 0-10).
R/ Nyeri tidak selalu ada tetapi bila ada harus dibandingkan dengan gejala
nyeri pasien sebelumnya dimana dapat membantu mendiagnosa etiologi pendarahan
dan terjadinya komplikasi.
2. Kaji ulang faktor yang meningkatkan atau menurunkan nyeri.
R/ Membantu dalam membuat diagnosa dan kebutuhan terapi.
3. Identifikasi dan batasi makanan yang menimbulkan ketidaknyamanan.
R/ Makanan khusus yang menyebabkan distres yang bermacam-macam antara
individu. Penelitian menunjukkan, merica berbahaya dan kopi (termasuk dekafein)
dan dapat menimbulkan dispepsia.
4. Bantu latihan rentang gerak aktif/pasif.
R/ Menurunkan kekakuan sendi, meminimalkan nyeri/ketidaknyamnan.
4. Resiko
infeksi berhubungan dengan adanya luka pada Esofagus
Tujuan : 1.
Untuk mengurangi komplikasi.
Intervensi
:
1. Auskultasi nadi apikal. Awasi kecepatan jantung/irama bila EKG kontinu ada.
R/ Perubahan distrimia dan iskemia dapat terjadi sebagai akibat
hipotensi,hipoksia, asidosis, ketidakseimbangan elektrolit, atau pendinginan
dekat area jantung bila lavase air dingin digunakan untuk mengontrol
perdarahan.
2. Kaji kulit terhadap dingin, pucat, berkeringat, pengisian kapiler lambat,
dan nadi perifer lemah.
R/ Vasokontriksi adalah respon simpatis terhadap penurunan volume sirkulasi
dan dapat terjadi sebagai efek samping pemberian vasopresin.
3. Catat laporan nyeri abdomen, khususnya tiba-tiba, nyeri hebat atau nyeri
menyebar kebahu.
R/ Nyeri di sebabkan oleh ulkus gaster sering hilang setelah perdarahan
akut karena efek bufer darah. Nyeri berlanjut atau tiba-tiba dapat menunjukkan
iskemia sehubungan dengan terapi vasokontriksi.
4. Observasi kulit untuk pucat, kemerahan. Pijat dengan minyak. Ubah posisi
dengan sering.
R/ Gangguan pada sirkulasi perifer meningkatkan resiko kerusakan kulit.
D. EVALUASI
Hasil
yang diharapkan :\\
1. Mempertahankan nutrisi yang adekuat.
a. Masukkan kalori dan cairan yang optimal
b. Berat badan dipertahankan
2. Kecemasan berkurang
a. Menunjukkan rileks dan laporan ansietas menurun sampai tingkat dapat
ditangani.
b. Menyatakan
rentang perasaan yang tepat.
3. Melaporkan tak
ada nyeri atau ketidaknyamanan setelah makan
a. Menyatakan
nyeri hilang
b. Menunjukkan
postur tubuh rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat.
4. Mempertahankan/memperbaiki perfusi jaringan dengan bukti tanda vital
stabil, kulit hangat, nadi perifer teraba, GDA dalam batas normal, keluaran
urine adekuat.
DAFTAR
PUSTAKA
Brunner
and Sudarth. 1996. Buku Ajar Keperawatan medikal Bedah. Buku Kedokteran EGC :
Jakarta.
Ester Monica. 2001.
Keperawatab Medikal Bedah : Pendekatan Sistem Gastrointestinal. Buku Kedokteran
EGC : Jakarta.
Jayve M. Black and Esther
Matassarin Jacob. 1997. Medical Surgical Nursing : Clinical Management for
Continuty of Care, fifth edition. WB. Sounders : Campani
Mansjoer Arif, dkk. 1999.
Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Media Aesculapius FKUI : Jakarta.
Price, Sylvia, dkk. 1994.
Patofisiologi Konsep Klinik, Proses-Proses Penyakit. Buku Kedokteran EGC :
Jakarta.
Sulaiman, Ali, dkk. 1990.
Gastroentorologi Hepatologi. CV. Agung : Jakarta
Thanks Dah
Pada Mampir
1 komentar:
Buat Kalian yang dah mampir, maklum aja ya saya pemula skali blogging,
harap maklum ya,,
Posting Komentar