CACINGAN PADA IBU HAMIL
BAB I
PENDAHULUAN
Pembangunan Nasional mencakup upaya peningkatan semua
segi kehidupan bangsa. Agar penduduk dapat berfungsi sebagai modal pembangunan
dan merupakan sumberdaya manusia yang efektif dan produktif maka perlu
ditingkatkan kualitas fisik dan nonfisik Salah satu faktor yang tidak bisa
diabaikan dalam mempengaruhi kualitas sumberdaya manusia adalah gizi.
Pentingnya gizi dalam pembangunan kualitas hidup didasarkan pada beberapa hal
yaitu: pertama keadaan gizi erat hubungannya dengan tingginya angka kesakitan
dan angka kematian; kedua meningkatnya keadaan gizi penduduk merupakan
sumbangan yang besar dalam mencerdaskan bangsa; ketiga lebih baiknya status
gizi dan kesehatan akan memperbaiki tingkat produktifitas kerja penduduk.
Masalah gizi di Indonesia tidak lepas dari masalah pangan karena tubuh manusia
memerlukan sejumlah pangan dan gizi secara tetap sesuai dengan standart
kecukupan gizi namun kebutuhan tersebut tidak selalu dapat terpenuhi.
Penduduk yang miskin tidak mendapatkan pangan dan gizi
dalam jumlah yang cukup. Mereka menderita lapar pangan dan gizi mereka
menderita lapar gizi. Sebaliknya sekelompok masyarakat mengkonsumsi pangan
secara berlebihan. Oleh karena itu timbullah penyakit-penyakit degeneratif
akibat gizi lebih. Akibat dari keadaan tidak seimbangnya antara zat gizi yang
masuk kedalam tubuh dengan kebutuhan tubuh akan zat gizi.
Di Indonesia penyakit gangguan gizi yang masih sering
ditemukan dan merupakan masalah gizi utama adalah :
a). gangguan gizi akibat kekurangan kalori dan protein
(KKP),
b). gangguan gizi akibat kekurangan vitamin A (KVA),
c). gangguan gizi akibat kekurangan Iodium (GAKI),
d). gangguan gizi akibat kekurangan zat besi (Anemia
gizi)
Anemia gizi pada umumnya dijumpai di Indonesia
terutama disebabkan karena kekurangan zat besi, sehingga anemia gizi sering
disebut sebagai anemia kurang besi Disamping itu kekurangan asam folat
dapat merupakan faktor kontribusi terhadap terjadinya anemia, terutama terjadi
pada segmen populasi tertentu yaitu ibu hamil. Kekurangan vitamin B 12 tidak
umum terjadi, dan tidak mempunyai peranan penting dalam penyebab terjadinya
anemia gizi.
Anemia kurang besi adalah salah satu bentuk gangguan
gizi yang merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di seluruh dunia,
terutama di negara berkembang termasuk Indonesia. Penyebab utama anemia kurang
besi tampaknya adalah karena konsumsi zat besi yang tidak cukup dan absorbsi
zat besi yang rendah dari pola makanan yang sebagian besar terdiri dari nasi,
dan menu yang kurang beraneka ragam. Konsumsi zat besi dari makanan tersebut
sering lebih rendah dari dua pertiga kecukupan konsumsi zat besi yang
dianjurkan, dan susunan menu makanan yang dikonsumsi tergolong pada tipe
makanan yang rendah absorbsi zat besinya. Selain itu infeksi cacing tambang
memperberat keadaan anemia yang diderita pada daerah-daerah tertentu, terutama
di daerah pedesaan.
Kelompok masyarakat yang paling rawan adalah ibu
hamil, anak prasekolah dan bayi. Terjadinya anemia pada bayi erat hubungannya
dengan taraf gizi ibunya. Berkurangnya zat besi dalam makanan, meningkatnya kebutuhan
akan zat besi, atau kehilangan darah yang khronis dan adanya infeksi kecacingan
akan menambah kemungkinan timbulnya anemia.
Anemia kurang besi merupakan penyebab penting yang
melatar belakangi kejadian morbiditas dan mortalitas, yaitu kematian ibu pada
waktu hamil dan pada waktu melahirkan atau nifas sebagai akibat komplikasi
kehamilan. Sekitar 20 % kematian maternal negara berkembang penyebabnya adalah
berkaitan langsung dengan anemia kurang besi. Disamping pengaruhnya kepada
kematian, anemia pada saat hamil akan mempengaruhi pertumbuhan janin, berat
bayi lahir rendah dan peningkatan kematian perinatal.
Berdasarkan hasil penelitian terpisah yang dilakukan
di beberapa tempat di Indonesia pada tahun 1980, prevalensi pada ibu hamil
berkisar antara 50-70 %, wanita dewasa tidak hamil 30-40 %, laki-laki dewasa
20-30 %, pekerja berpenghasilan rendah 30-40 % dan anak sekolah 25-35 % serta
Balita 30-40 % .
Dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun
1992 menemukan bahwa angka prevalensi anemia gizi ibu hamil cukup tinggi yaitu
55,1 %. Keadaan ini menunjukkan bahwa masalah anemia pada ibu hamil belum
banyak berubah dibandingkan pada akhir Pelita IV yang juga masih sekitar 55 %
(12).
Prevalensi anemia kurang besi pada ibu hamil masih
sangat memprihatinkan terutama pada usia kehamilan trimester III dibandingkan
trimester I. Infeksi kecacingan di Indonesia, prevalensinya juga cukup tinggi
terutama di daerah pedesaan yang kondisi lingkungannya sangat mendukung untuk
perkembangan cacing yang daur hidupnya adalah di dalam tanah. Hasil survei yang
telah diadakan hingga saat ini memberikan prevalensi yang cukup tinggi yaitu
70-90 % untuk cacing gelang, 80-95 % untuk cacing cambuk dan untuk cacing
tambang prevalensinya lebih rendah dari kedua di atas yaitu 30-59%, karena
untuk cacing tambang lebih banyak ditemukan di daerah perkebunan dan
pertambangan .
Anemia kurang besi dipengaruhi juga oleh konsekuensi
dari infeksi kecacingan dengan hilangnya darah secara khronis . Penyakit
kecacingan dan anemia gizi merupakan masalah yang saling terkait dan dijumpai
bersamaan dalam suatu masyarakat, yaitu karena rendahnya sosial ekonomi
masyarakat dan sanitasi lingkungan yang sangat tidak memadai sehingga
memudahkan terjadinya penularan penyakit infeksi terutama infeksi kecacingan.
Interaksi antara infeksi kecacingan dan anemia gizi
sudah banyak terungkap dari berbagai penelitian yang telah dilakukan.
Masing-masing saling memberikan kontribusi terhadap terjadinya kesakitan.
Besarnya kontribusi dari infeksi kecacingan terhadap anemia kurang besi masih
belum banyak dibuktikan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kecacingan merupakan masalah kesehatan yang perlu
penanganan serius terutama di derah tropis karena cukup banyak penduduk
menderita kecacingan. Penyakit kecacingan merupakan salah satu penyakit
infeksi yang paling sering ditemukan di negara-negara berkembang. Di Indonesia
penyakit kecacingan masih merupakan masalah yang besar untuk kasus anemia
defisiensi besi, karena diperkirakan cacing menghisap darah 2-100 cc setiap
harinya (Nasution, 2004).
Cacingan dan anemia merupakan dua hal saling terkait.
Isu kesehatan seperti cacingan dan anemia tidak mendapat banyak perhatian
karena dipandang tidak “seseksi” isu-isu kesehatan yang lain. Menurut Yayasan
Kesehatan Perempuan (YKP), anemia merupakan isu yang kritis, khususnya kalau
dihubungkan dengan angka kematian ibu melahirkan (AKI) akibat anemia berkisar
70 persen dari seluruh penyebab AKI sejak 20 tahun lalu yang
ahttp://www.pppl.depkes.go.id/ngkanya tidak pernah turun tiap tahunnya.
Secara umum, kecacingan pada ibu hamil dapat
menyebabkan :
- Menyebabkan anemia defisiensi zat besi
Infeksi kecacingan pada manusia baik oleh cacing
gelang, cacing cambuk maupun cacing tambang dapat menyebabkan pendarahan yang
menahun yang berakibat menurunnya cadangan besi tubuh dan akhirnya menyebabkan
timbulnya anemia kurang besi. Pada daerah-daerah tertentu anemia gizi
diperberat keadaannya oleh investasi cacing terutama oleh cacing tambang.
Cacing tambang menempel pada dinding usus dan memakan darah. Akibat gigitan
sebagian darah hilang dan dikeluarkan dari dalam badan bersama tinja. Jumlah
cacing yang sedikit belum menunjukkan gejala klinis tetapi bila dalam jumlah
yang banyak yaitu lebih dari 1000 ekor maka orang yang bersangkutan dapat
menjadi anemia.
- Menurunkan efektivitas vaksin TT dan DPT pada ibu hamil
Infeksi cacing merupakan masalah kesehatan di
negara-negara tropis, termasuk Indonesia, yang terabaikan. Padahal, infeksi
cacing kronis menurunkan respons imun pada ibu hamil dan bayi yang dilahirkan
terhadap antigen tetanus toksoid atau TT meski telah divaksinasi. Respon imun
terhadap TT pada ibu hamil yang rendah dan ditambah infeksi cacing yang
menyertai, dimungkinkan akan berakibat pada bayi yang dilahirkan.
Infeksi tetanus merupakan penyakit yang dapat dicegah.
Di sejumlah negara maju di mana kontrol terhadap sanitasi, higienis, dan
penyakit infeksi seperti cacing sudah berhasil, pemberian vaksinasi tetanus
sangat efektif untuk menurunkan angka kasus infeksi tetanus. Di lain pihak,
vaksinasi TT di negara-negara tropis dan berkembang kurang optimal hasilnya.
Sejumlah studi membuktikan, antigen dari ibu hamil
terinfeksi cacing dapat menembus plasenta dan menstimulasi sistem imun janin
yang dikandung. Keadaan ini akan memengaruhi respons imun bayi pada antigen
lain seperti vaksin.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan banyaknya kasus
kegagalan program vaksinasi tetanus di daerah Asia dan Afrika terkait dengan
beberapa faktor, seperti ketidaktepatan jadwal imunisasi, potensi vaksin
rendah, serta rendahnya respons imun ibu. Padahal, angka kasus infeksi cacing
di banyak negara di Asia dan Afrika masih tinggi.
- Menurunkan berat badan ibu hamil
Kekurangan micronutrient dalam darah menyebabkan
pasokan gizi ibu hamil dan janin berkurang. Keadaan yang demikian jika
dibiarkan berlanjut selama kehamilan akan meyebabkan berat badan ibu hamil
tidak bertambah bahkan bisa berkurang karena cadangan gizi ibu hamil ditujukan
untuk pertumbuhan janin.
- Menyebabkan perdarahan pada usus
Perdarahan terjadi akibat proses penghisapan aktif
oleh cacing dan juga akibat perembesan darah disekitar tempat hisapan. Cacing
berpindah tempat menghisap setiap 6 jam perdarahan ditempat yang ditinggalkan
segera berhenti dan luka menutup kembali denqan cepat karena turn over sel
epithel usus sangat cepat.
Kehilangan darah yang terjadi pada infeksi kecacingan
dapat disebabkan oleh adanya lesi yang terjadi pada dinding usus juga oleh
karena dikonsumsi oleh cacing itu sendiri walaupun ini masih belum terjawab
dengan jelas termasuk berapa besar jumlah darah yang hilang dengan infeksi
cacing ini.
5. Menyebabkan kekurangan mikronutrien ibu hamil
Cacing pada usus ibu hamil selain menyebabkan
perdarahan, juga menyebabkan terganggunya penyerapan nutrisi makanan yang
masuk. Jika selama kehamilan tersebut cacing masih terdapat pada usus, maka
penyerapan micronutrient akan terganggu. Micronutrient dalam darah cenderung
menurun.
Pada ibu hamil, kekurangan micronutrient menyebabkan
menurunnya kemampuan untuk melahirkan anak-anak yang sehat dan berotak cerdas.
Sementara cacing trikhuris dapat menimbulkan perdarahan kecil yang dapat
menimbulkan anemia, meski tak separah cacing tambang.
Komplikasi
- Bila cacing dalam jumlah besar menggumpal dalam usus dapat terjadi obstruksi usus (ileus)
- Anemia berat
- Perdarahan
- BBLR
- Kecacingan berat dapat menyebabkan radang paru, gangguan hati, kebutaan, penyumbatan usus, bahkan kerusakan tubuh secara signifikan yang meninggalkan kecacatan
Diagnosis
Dilakukan skrining uji feces pada ibu hamil. Untuk
mengetahui banyaknya cacing di dalam usus dapat dilakukan dengan menghitung
banyaknya telur dalam tinja. Bila didalam tinja terdapat sekitar 2000 telur/
gram tinja, berarti ada kira-kira 80 ekor cacing tambang di dalam perut dan
dapat menyebabkan darah yang hilang kira-kira sebanyak 2 ml per hari. Dengan
jumlah 5000 telur/gram tinja adalah berbahaya untuk kesehatan orang dewasa.
Bila terdapat 20.000 telur/gram tinja berarti ada kurang lebih 1000 ekor cacing
tambang dalam perut yang dapat menyebabkan anemia berat.
Tanda dan Gejala Klinis
Tanda Kecacingan adalah ditemukan minimal 2000
telur/gram tinja.
Gejala-gejala cacingan antara lain:
- Perut buncit
- Gatal-gatal sekitar anus
- Muntah ada cacing
- Cacing dalam kotoran
- Anemia atau kurang darah
- Penyumbatan usus
- Fesesnya encer, kadang bercampur lendir dan darah, cacing tampak keluar dalam feses
Penanganan
Pada kondisi hamil, selama sepertiga pertama kehamilan
(trimester pertama) sebaiknya tidak minum obat yang membunuh cacing. Namun,
langkah-langkah kebersihan saja dapat bekerja. Cacing mati setelah sekitar enam
minggu. Dengan syarat ibu hamil tidak menelan telur baru, maka tidak ada cacing
baru akan tumbuh. Selama 6 minggu tersebut ibu hamil dianjurkan untuk menjaga
kebersihan untuk mematahkan siklus cacing sehingga tidak terjadi re-infeksi.
Setelah trimester pertama, pengobatan mungkin perlu dilakukan namun harus
dibawah pengawasan dokter. Obat yang biasa digunakan yaitu :
- Pirantel pamoat 10 mg/kg BB per hari selama 3 hari.
- Mebendazol 500 mg dosis tunggal (sekali saja) atau 100 mg 2 x sehari selama tiga hari berturut-turut
- Albendazol 400 mg dosis tunggal (sekali saja)
- Ditambah sulfas ferrous 500 mg 2 x sehari
Langkah pencegahan :
Pertama, bertujuan untuk membersihkan telur:
- Mencuci pakaian tidur, sprei, handuk. Membuang kain setelah digunakan. Perhatian khusus pada kamar tidur termasuk debu kasur.
- Benar-benar membersihkan kamar mandi.
Kemudian, setiap anggota rumah tangga harus melakukan
berikut ini selama dua minggu:
- Tidak menyentuh kulit di dekat anus dan menggaruk daerah anus
- Setiap pagi mandi mencuci di sekitar dubur langsung setelah bangun dari tempat tidur.
- Idealnya, perubahan dan mencuci pakaian tidur setiap hari.
Dan kebersihan umum langkah-langkah yang harus selalu
bertujuan untuk lakukan untuk mencegah mendapatkan infeksi cacing lagi:
- Cuci tangan dan gosok di bawah kuku di pagi hari, setelah menggunakan toilet atau, dan sebelum makan atau menyiapkan makanan.
- Cobalah untuk tidak menggigit kuku atau menghisap jari
- Jika mungkin, hindari berbagi handuk atau flanel. Bilas dengan baik sebelum digunakan.
BAB III
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL DENGAN KECACINGAN
KASUS:
Seorang ibu primigravida umur 22 tahun, HPMT: 15
Desember 2009, HPL : 22 September 2010. Umur Kehamilan 9 minggu 1hari. Mengeluh
merasa dan gatal-gatal pada telapak kaki sejak 3 minggu yang lalu, tinja
encer ketika BAB dan mual muntah ±3 kali dalam 1 hari. Ibu bekerja
sebagai ibu rumah tangga.
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL
G1P0Ab0Ah0 umur 22 tahun uk 9 minggu, normal
Di BPRB Amanah Husada.
Tanggal Pengkajian : 17
Februari 2010, jam 14.00
Data Subjektif
- Ibu mengatakan bahwa ia merasa gatal-gatal pada telapak kaki sejak 3 minggu yang lalu.
- Ibu mengeluh mual, muntah dengan frekuensi ± 3kali sehari dan tinja encer ketika BAB.
Data Objektif
- Pemeriksaan fisik
- Keadaan umum : Baik. Kesadaran : compos mentis
- Tanda vital
Tekanan darah :
120/80 mmHg
Nadi
: 86 kali permenit
Pernafasan : 12 kali permenit
Suhu
: 36.6 0C
- BB: 47 kg
- Kepala dan leher
Mata :konjungtiva merah muda, sklera putih, tidak ada
odem palpebrae.
Mulut : bibir lembab, gusi merah muda, tidak ada
caries gigi, tidak ada pembesaran tonsil.
- Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium (feces)
Tanggal 16 Februari 2010 jam : 10.00
Hasil pemeriksaan : Terdapat sekitar 2000 telur/ gram
tinja dengan jenis cacing ankilostomiasis.
ASSESMENT
- Diagnosis Kebidanan
G1P0Ab0Ah0 umur 22 tahun, uk 9 minggu dengan
kecacingan.
- Masalah
Gatal-gatal pada sekitar telapak kaki dan mual muntah.
- Kebutuhan
KIE tentang cara menjaga kebersihan dan cara mengatasi
mual dan muntah yang dialami ibu.
- Diagnosis Potensial
Kecacingan potensial menjadi anemia.
- Masalah Potensial
Untuk saat ini tidak ada
- Kebutuhan Tindakan Segera Berdasarkan Kondisi Klien
- Mandiri
Tidak ada
- Kolaborasi
Laboratorium Avicena untuk pemeriksaan feces
- Merujuk
Tidak ada
PLANNING ( Termasuk Pendokumentasian implementasi dan
Evaluasi )
Tanggal 17 Februari 2010 jam 14.20 WIB
- Memberitahu ibu bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium ibu menderita kecacingan.
E: Ibu mengerti dengan kondisinya sekarang.
- Memberi KIE kepada ibu tentang cara meringankan mual dan muntah yang dialami ibu yaitu:
- Makan dengan porsi sedikit tetapi sering
- Mengkonsumsi biskuit atau roti kering untuk mengurangi muntah
- Menghindari makanan yang berbumbu tajam.
- Berhati-hati setiap kali bangun dari tempat tidur, tunggu 5-10 menit dahulu baru kemudian diperkenankan untuk bangun.
E: Ibu mampu untuk menyebutkan kembali bagaimana cara
untuk meringankan mual dan muntah yang dialaminya.
- Memberi KIE kepada ibu tentang bagaimana mengatasi kecacingan yang dialaminya, yaitu :
Pada kondisi hamil tiga bulan pertama, sebaiknya ibu
tidak minum obat yang membunuh cacing karena cacing mati setelah sekitar enam
minggu. Tetapi ibu perlu untuk meningkakan kebersihan dirinya. Selama 6 minggu
tersebut ibu hamil dianjurkan untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan
sehingga cacing tidak berkembangbiak kembali.
Cara meningkatkan kebersihan diri dan lingkungan
misalnya dengan cara:
- Menjaga kebersihan dengan mencuci pakaian tidur, sprei, handuk
- Benar-benar membersihkan kamar mandi, sering mencuci kain dengan air panas.
- Menjaga kebersihan makanan dan mencuci tangan sebelum makan.
E: Ibu mampu menyebutkan kembali bagaimana cara
meningkatkan kebersihan diri dan lingkungan..
- Memberikan suplement kepada ibu yaitu tablet besi 1×1 250 mg yang diminum malam hari dan yang diminum tiap pagi.
Menyarankan ibu untuk mengkonsumsi tablet besi
menggunakan air jeruk dan tidak menggunakan air teh, susu atau kopi.
E: Ibu bersedia untuk minum suplement secara teratur
dan ibu mampu menyebutkan kembali bagaimana cara minum suplement dengan benar.
- Menganjurkan ibu untuk melakukan kunjungan ulang 1 bulan kemudian yaitu tanggal 17 Maret 2010.
E: Ibu akan melakukan kunjungan ulang pada tanggal 17
Maret 2010.
DAFTAR PUSTAKA
Cacingan, Anemia, AKI, Gaya Hidup diunduh tanggal 23 Maret 2010 jam
19.00 WIB dari http://www.kompas.com/kompas-cetak/0411/01/swara/1356956.htm.
http://indobic.biotrop.org diunduh tanggal 13 Maret
2010 jam 21.00 WIB
Threadworms diunduh tanggal 29 Maret 2010 jam 12.30 WIB dari
http://www.patient.co.uk/health/Threadworms.htm.
Mencegah dan Mengatasi Cacingan diunduh tanggal 29 Maret 2010 jam
10.05 WIB dari
http://www.dechacare.com/Mencegah-dan-Mengatasi-Cacingan-I757.html
Anemia Defisiensi Besi diunduh tanggal 29 Maret 2010 jam
12.15 WIB dari http://www.pppl.depkes.go.id/
Rubrik Sehat diunduh tanggal 27 Maret 2010 jam 16.00 WIB dari http://www.tabloid-nakita.com/artikel
Thanks Dah Pada Mampir
0 komentar:
Posting Komentar