Pages

Minggu, 17 Juni 2012

CACINGAN PADA IBU HAMIL


CACINGAN PADA IBU HAMIL




BAB I


PENDAHULUAN
Pembangunan Nasional mencakup upaya peningkatan semua segi kehidupan bangsa. Agar penduduk dapat berfungsi sebagai modal pembangunan dan merupakan sumberdaya manusia yang efektif dan produktif maka perlu ditingkatkan kualitas fisik dan nonfisik  Salah satu faktor yang tidak bisa diabaikan dalam mempengaruhi kualitas sumberdaya manusia adalah gizi. Pentingnya gizi dalam pembangunan kualitas hidup didasarkan pada beberapa hal yaitu: pertama keadaan gizi erat hubungannya dengan tingginya angka kesakitan dan angka kematian; kedua meningkatnya keadaan gizi penduduk merupakan sumbangan yang besar dalam mencerdaskan bangsa; ketiga lebih baiknya status gizi dan kesehatan akan memperbaiki tingkat produktifitas kerja penduduk. Masalah gizi di Indonesia tidak lepas dari masalah pangan karena tubuh manusia memerlukan sejumlah pangan dan gizi secara tetap sesuai dengan standart kecukupan gizi namun kebutuhan tersebut tidak selalu dapat terpenuhi.
Penduduk yang miskin tidak mendapatkan pangan dan gizi dalam jumlah yang cukup. Mereka menderita lapar pangan dan gizi mereka menderita lapar gizi. Sebaliknya sekelompok masyarakat mengkonsumsi pangan secara berlebihan. Oleh karena itu timbullah penyakit-penyakit degeneratif akibat gizi lebih. Akibat dari keadaan tidak seimbangnya antara zat gizi yang masuk kedalam tubuh dengan kebutuhan tubuh akan zat gizi.
Di Indonesia penyakit gangguan gizi yang masih sering ditemukan dan merupakan masalah gizi utama adalah :
a). gangguan gizi akibat kekurangan kalori dan protein (KKP),
b). gangguan gizi akibat kekurangan vitamin A (KVA),
c). gangguan gizi akibat kekurangan Iodium (GAKI),
d). gangguan gizi akibat kekurangan zat besi (Anemia gizi)
Anemia gizi pada umumnya dijumpai di Indonesia terutama disebabkan karena kekurangan zat besi, sehingga anemia gizi sering disebut sebagai anemia kurang besi  Disamping itu kekurangan asam folat dapat merupakan faktor kontribusi terhadap terjadinya anemia, terutama terjadi pada segmen populasi tertentu yaitu ibu hamil. Kekurangan vitamin B 12 tidak umum terjadi, dan tidak mempunyai peranan penting dalam penyebab terjadinya anemia gizi.
Anemia kurang besi adalah salah satu bentuk gangguan gizi yang merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di seluruh dunia, terutama di negara berkembang termasuk Indonesia. Penyebab utama anemia kurang besi tampaknya adalah karena konsumsi zat besi yang tidak cukup dan absorbsi zat besi yang rendah dari pola makanan yang sebagian besar terdiri dari nasi, dan menu yang kurang beraneka ragam. Konsumsi zat besi dari makanan tersebut sering lebih rendah dari dua pertiga kecukupan konsumsi zat besi yang dianjurkan, dan susunan menu makanan yang dikonsumsi tergolong pada tipe makanan yang rendah absorbsi zat besinya. Selain itu infeksi cacing tambang memperberat keadaan anemia yang diderita pada daerah-daerah tertentu, terutama di daerah pedesaan.
Kelompok masyarakat yang paling rawan adalah ibu hamil, anak prasekolah dan bayi. Terjadinya anemia pada bayi erat hubungannya dengan taraf gizi ibunya. Berkurangnya zat besi dalam makanan, meningkatnya kebutuhan akan zat besi, atau kehilangan darah yang khronis dan adanya infeksi kecacingan akan menambah kemungkinan timbulnya anemia.
Anemia kurang besi merupakan penyebab penting yang melatar belakangi kejadian morbiditas dan mortalitas, yaitu kematian ibu pada waktu hamil dan pada waktu melahirkan atau nifas sebagai akibat komplikasi kehamilan. Sekitar 20 % kematian maternal negara berkembang penyebabnya adalah berkaitan langsung dengan anemia kurang besi. Disamping pengaruhnya kepada kematian, anemia pada saat hamil akan mempengaruhi pertumbuhan janin, berat bayi lahir rendah dan peningkatan kematian perinatal.
Berdasarkan hasil penelitian terpisah yang dilakukan di beberapa tempat di Indonesia pada tahun 1980, prevalensi pada ibu hamil berkisar antara 50-70 %, wanita dewasa tidak hamil 30-40 %, laki-laki dewasa 20-30 %, pekerja berpenghasilan rendah 30-40 % dan anak sekolah 25-35 % serta Balita 30-40 % .
Dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1992 menemukan bahwa angka prevalensi anemia gizi ibu hamil cukup tinggi yaitu 55,1 %. Keadaan ini menunjukkan bahwa masalah anemia pada ibu hamil belum banyak berubah dibandingkan pada akhir Pelita IV yang juga masih sekitar 55 % (12).
Prevalensi anemia kurang besi pada ibu hamil masih sangat memprihatinkan terutama pada usia kehamilan trimester III dibandingkan trimester I. Infeksi kecacingan di Indonesia, prevalensinya juga cukup tinggi terutama di daerah pedesaan yang kondisi lingkungannya sangat mendukung untuk perkembangan cacing yang daur hidupnya adalah di dalam tanah. Hasil survei yang telah diadakan hingga saat ini memberikan prevalensi yang cukup tinggi yaitu 70-90 % untuk cacing gelang, 80-95 % untuk cacing cambuk dan untuk cacing tambang prevalensinya lebih rendah dari kedua di atas yaitu 30-59%, karena untuk cacing tambang lebih banyak ditemukan di daerah perkebunan dan pertambangan .
Anemia kurang besi dipengaruhi juga oleh konsekuensi dari infeksi kecacingan dengan hilangnya darah secara khronis . Penyakit kecacingan dan anemia gizi merupakan masalah yang saling terkait dan dijumpai bersamaan dalam suatu masyarakat, yaitu karena rendahnya sosial ekonomi masyarakat dan sanitasi lingkungan yang sangat tidak memadai sehingga memudahkan terjadinya penularan penyakit infeksi terutama infeksi kecacingan.
Interaksi antara infeksi kecacingan dan anemia gizi sudah banyak terungkap dari berbagai penelitian yang telah dilakukan. Masing-masing saling memberikan kontribusi terhadap terjadinya kesakitan. Besarnya kontribusi dari infeksi kecacingan terhadap anemia kurang besi masih belum banyak dibuktikan.



BAB II


TINJAUAN PUSTAKA
Kecacingan merupakan masalah kesehatan yang perlu penanganan serius terutama di derah tropis karena cukup banyak penduduk menderita kecacingan.  Penyakit kecacingan merupakan salah satu penyakit infeksi yang paling sering ditemukan di negara-negara berkembang. Di Indonesia penyakit kecacingan masih merupakan masalah yang besar untuk kasus anemia defisiensi besi, karena diperkirakan cacing menghisap darah 2-100 cc setiap harinya (Nasution, 2004).
Cacingan dan anemia merupakan dua hal saling terkait. Isu kesehatan seperti cacingan dan anemia tidak mendapat banyak perhatian karena dipandang tidak “seseksi” isu-isu kesehatan yang lain. Menurut Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP), anemia merupakan isu yang kritis, khususnya kalau dihubungkan dengan angka kematian ibu melahirkan (AKI) akibat anemia berkisar 70 persen dari seluruh penyebab AKI sejak 20 tahun lalu yang ahttp://www.pppl.depkes.go.id/ngkanya tidak pernah turun tiap tahunnya.
Secara umum, kecacingan pada ibu hamil dapat menyebabkan :
  1. Menyebabkan anemia defisiensi zat besi
Infeksi kecacingan pada manusia baik oleh cacing gelang, cacing cambuk maupun cacing tambang dapat menyebabkan pendarahan yang menahun yang berakibat menurunnya cadangan besi tubuh dan akhirnya menyebabkan timbulnya anemia kurang besi. Pada daerah-daerah tertentu anemia gizi diperberat keadaannya oleh investasi cacing terutama oleh cacing tambang. Cacing tambang menempel pada dinding usus dan memakan darah. Akibat gigitan sebagian darah hilang dan dikeluarkan dari dalam badan bersama tinja. Jumlah cacing yang sedikit belum menunjukkan gejala klinis tetapi bila dalam jumlah yang banyak yaitu lebih dari 1000 ekor maka orang yang bersangkutan dapat menjadi anemia.
  1. Menurunkan efektivitas vaksin TT dan DPT pada ibu hamil
Infeksi cacing merupakan masalah kesehatan di negara-negara tropis, termasuk Indonesia, yang terabaikan. Padahal, infeksi cacing kronis menurunkan respons imun pada ibu hamil dan bayi yang dilahirkan terhadap antigen tetanus toksoid atau TT meski telah divaksinasi. Respon imun terhadap TT pada ibu hamil yang rendah dan ditambah infeksi cacing yang menyertai, dimungkinkan akan berakibat pada bayi yang dilahirkan.
Infeksi tetanus merupakan penyakit yang dapat dicegah. Di sejumlah negara maju di mana kontrol terhadap sanitasi, higienis, dan penyakit infeksi seperti cacing sudah berhasil, pemberian vaksinasi tetanus sangat efektif untuk menurunkan angka kasus infeksi tetanus. Di lain pihak, vaksinasi TT di negara-negara tropis dan berkembang kurang optimal hasilnya.
Sejumlah studi membuktikan, antigen dari ibu hamil terinfeksi cacing dapat menembus plasenta dan menstimulasi sistem imun janin yang dikandung. Keadaan ini akan memengaruhi respons imun bayi pada antigen lain seperti vaksin.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan banyaknya kasus kegagalan program vaksinasi tetanus di daerah Asia dan Afrika terkait dengan beberapa faktor, seperti ketidaktepatan jadwal imunisasi, potensi vaksin rendah, serta rendahnya respons imun ibu. Padahal, angka kasus infeksi cacing di banyak negara di Asia dan Afrika masih tinggi.
  1. Menurunkan berat badan ibu hamil
Kekurangan micronutrient dalam darah menyebabkan pasokan gizi ibu hamil dan janin berkurang. Keadaan yang demikian jika dibiarkan berlanjut selama kehamilan akan meyebabkan berat badan ibu hamil tidak bertambah bahkan bisa berkurang karena cadangan gizi ibu hamil ditujukan untuk pertumbuhan janin.
  1. Menyebabkan perdarahan pada usus
Perdarahan terjadi akibat proses penghisapan aktif oleh cacing dan juga akibat perembesan darah disekitar tempat hisapan. Cacing berpindah tempat menghisap setiap 6 jam perdarahan ditempat yang ditinggalkan segera berhenti dan luka menutup kembali denqan cepat karena turn over sel epithel usus sangat cepat.
Kehilangan darah yang terjadi pada infeksi kecacingan dapat disebabkan oleh adanya lesi yang terjadi pada dinding usus juga oleh karena dikonsumsi oleh cacing itu sendiri walaupun ini masih belum terjawab dengan jelas termasuk berapa besar jumlah darah yang hilang dengan infeksi cacing ini.
5.  Menyebabkan kekurangan mikronutrien ibu hamil
Cacing pada usus ibu hamil selain menyebabkan perdarahan, juga menyebabkan terganggunya penyerapan nutrisi makanan yang masuk. Jika selama kehamilan tersebut cacing masih terdapat pada usus, maka penyerapan micronutrient akan terganggu. Micronutrient dalam darah cenderung menurun.
Pada ibu hamil, kekurangan micronutrient menyebabkan menurunnya kemampuan untuk melahirkan anak-anak yang sehat dan berotak cerdas. Sementara cacing trikhuris dapat menimbulkan perdarahan kecil yang dapat menimbulkan anemia, meski tak separah cacing tambang.
Komplikasi
  1. Bila cacing dalam jumlah besar menggumpal dalam usus dapat terjadi obstruksi usus (ileus)
  2. Anemia berat
  3. Perdarahan
  4. BBLR
  5. Kecacingan berat dapat menyebabkan radang paru, gangguan hati, kebutaan, penyumbatan usus, bahkan kerusakan tubuh secara signifikan yang meninggalkan kecacatan
Diagnosis
Dilakukan skrining uji feces pada ibu hamil. Untuk mengetahui banyaknya cacing di dalam usus dapat dilakukan dengan menghitung banyaknya telur dalam tinja. Bila didalam tinja terdapat sekitar 2000 telur/ gram tinja, berarti ada kira-kira 80 ekor cacing tambang di dalam perut dan dapat menyebabkan darah yang hilang kira-kira sebanyak 2 ml per hari. Dengan jumlah 5000 telur/gram tinja adalah berbahaya untuk kesehatan orang dewasa. Bila terdapat 20.000 telur/gram tinja berarti ada kurang lebih 1000 ekor cacing tambang dalam perut yang dapat menyebabkan anemia berat.
Tanda dan Gejala Klinis
Tanda Kecacingan adalah ditemukan minimal 2000 telur/gram tinja.
Gejala-gejala cacingan antara lain:
  1. Perut buncit
  2. Gatal-gatal sekitar anus
  3. Muntah ada cacing
  4. Cacing dalam kotoran
  5. Anemia atau kurang darah
  6. Penyumbatan usus
  7. Fesesnya encer, kadang bercampur lendir dan darah, cacing tampak keluar dalam feses
Penanganan
Pada kondisi hamil, selama sepertiga pertama kehamilan (trimester pertama) sebaiknya tidak minum obat yang membunuh cacing. Namun, langkah-langkah kebersihan saja dapat bekerja. Cacing mati setelah sekitar enam minggu. Dengan syarat ibu hamil tidak menelan telur baru, maka tidak ada cacing baru akan tumbuh. Selama 6 minggu tersebut ibu hamil dianjurkan untuk menjaga kebersihan untuk mematahkan siklus cacing sehingga tidak terjadi re-infeksi. Setelah trimester pertama, pengobatan mungkin perlu dilakukan namun harus dibawah pengawasan dokter. Obat yang biasa digunakan yaitu :
  1. Pirantel pamoat 10 mg/kg BB per hari selama 3 hari.
  2. Mebendazol 500 mg dosis tunggal (sekali saja) atau 100 mg 2 x sehari selama tiga hari berturut-turut
  3. Albendazol 400 mg dosis tunggal (sekali saja)
  4. Ditambah sulfas ferrous 500 mg 2 x sehari
Langkah pencegahan :
Pertama, bertujuan untuk membersihkan telur:
  1. Mencuci pakaian tidur, sprei, handuk.  Membuang kain setelah digunakan. Perhatian khusus pada kamar tidur termasuk debu kasur.
  2. Benar-benar membersihkan kamar mandi.
Kemudian, setiap anggota rumah tangga harus melakukan berikut ini selama dua minggu:
  1. Tidak menyentuh kulit di dekat anus dan menggaruk daerah anus
  2. Setiap pagi mandi mencuci di sekitar dubur langsung setelah bangun dari tempat tidur.
  3. Idealnya, perubahan dan mencuci pakaian tidur setiap hari.
Dan kebersihan umum langkah-langkah yang harus selalu bertujuan untuk lakukan untuk mencegah mendapatkan infeksi cacing lagi:
  1. Cuci tangan dan gosok di bawah kuku di pagi hari, setelah menggunakan toilet atau, dan sebelum makan atau menyiapkan makanan.
  2. Cobalah untuk tidak menggigit kuku atau menghisap jari
  3. Jika mungkin, hindari berbagi handuk atau flanel. Bilas dengan baik sebelum digunakan.
BAB III
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL DENGAN KECACINGAN
KASUS:
Seorang ibu primigravida umur 22 tahun, HPMT: 15 Desember 2009, HPL : 22 September 2010. Umur Kehamilan 9 minggu 1hari. Mengeluh merasa dan gatal-gatal pada telapak kaki  sejak 3 minggu yang lalu, tinja encer ketika BAB dan mual muntah ±3 kali dalam 1 hari. Ibu bekerja sebagai  ibu rumah tangga.
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL
G1P0Ab0Ah0 umur 22 tahun uk 9 minggu, normal
Di BPRB Amanah Husada.
Tanggal Pengkajian     : 17 Februari 2010, jam 14.00
Data Subjektif
  1. Ibu mengatakan bahwa ia merasa gatal-gatal pada telapak kaki sejak 3 minggu yang lalu.
  2. Ibu mengeluh mual, muntah dengan frekuensi ± 3kali sehari dan tinja encer ketika BAB.
Data Objektif
  1. Pemeriksaan fisik
    1. Keadaan umum     : Baik. Kesadaran : compos mentis
    2. Tanda vital
Tekanan darah       : 120/80 mmHg
Nadi                      : 86 kali permenit
Pernafasan : 12 kali permenit
Suhu                      : 36.6 0C
  1. BB: 47 kg
  2. Kepala dan leher
Mata :konjungtiva merah muda, sklera putih, tidak ada odem palpebrae.
Mulut : bibir lembab, gusi merah muda, tidak ada caries gigi, tidak ada pembesaran tonsil.
  1. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium (feces)
Tanggal 16 Februari 2010 jam : 10.00
Hasil pemeriksaan : Terdapat sekitar 2000 telur/ gram tinja dengan jenis cacing ankilostomiasis.
ASSESMENT
  1. Diagnosis Kebidanan
G1P0Ab0Ah0 umur 22 tahun, uk 9 minggu dengan kecacingan.
  1. Masalah
Gatal-gatal pada sekitar telapak kaki dan mual muntah.
  1. Kebutuhan
KIE tentang cara menjaga kebersihan dan cara mengatasi mual dan muntah yang dialami ibu.
  1. Diagnosis Potensial
Kecacingan potensial menjadi anemia.
  1. Masalah Potensial
Untuk saat ini tidak ada
  1. Kebutuhan Tindakan Segera Berdasarkan Kondisi Klien
    1. Mandiri
Tidak ada
  1. Kolaborasi
Laboratorium Avicena untuk pemeriksaan feces
  1. Merujuk
Tidak ada
PLANNING ( Termasuk Pendokumentasian implementasi dan Evaluasi )
Tanggal 17 Februari 2010 jam 14.20 WIB
  1. Memberitahu ibu bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium ibu menderita kecacingan.
E: Ibu mengerti dengan kondisinya sekarang.
  1. Memberi KIE kepada ibu tentang cara meringankan mual dan muntah yang dialami ibu yaitu:
    1. Makan dengan porsi sedikit tetapi sering
    2. Mengkonsumsi biskuit atau roti kering untuk mengurangi muntah
    3. Menghindari makanan yang berbumbu tajam.
    4. Berhati-hati setiap kali bangun dari tempat tidur, tunggu 5-10 menit dahulu baru kemudian diperkenankan untuk bangun.
E: Ibu mampu untuk menyebutkan kembali bagaimana cara untuk meringankan mual dan muntah yang dialaminya.
  1. Memberi KIE kepada ibu tentang bagaimana mengatasi kecacingan yang dialaminya, yaitu :
Pada kondisi hamil tiga bulan pertama, sebaiknya ibu tidak minum obat yang membunuh cacing karena cacing mati setelah sekitar enam minggu. Tetapi ibu perlu untuk meningkakan kebersihan dirinya. Selama 6 minggu tersebut ibu hamil dianjurkan untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan sehingga cacing tidak berkembangbiak kembali.
Cara meningkatkan kebersihan diri dan lingkungan misalnya dengan cara:
  1. Menjaga kebersihan dengan mencuci pakaian tidur, sprei, handuk
  2. Benar-benar membersihkan kamar mandi, sering mencuci kain dengan air panas.
  3. Menjaga kebersihan makanan dan mencuci tangan sebelum makan.
E: Ibu mampu menyebutkan kembali bagaimana cara meningkatkan kebersihan diri dan lingkungan..
  1. Memberikan suplement kepada ibu yaitu tablet besi 1×1 250 mg yang diminum malam hari dan yang diminum tiap pagi.
Menyarankan ibu untuk mengkonsumsi tablet besi menggunakan air jeruk dan tidak menggunakan air teh, susu atau kopi.
E: Ibu bersedia untuk minum suplement secara teratur dan ibu mampu menyebutkan kembali bagaimana cara minum suplement dengan benar.
  1. Menganjurkan ibu untuk melakukan kunjungan ulang 1 bulan kemudian yaitu tanggal 17 Maret 2010.
E: Ibu akan melakukan kunjungan ulang pada tanggal 17 Maret 2010.



DAFTAR PUSTAKA
Cacingan, Anemia, AKI, Gaya Hidup diunduh tanggal 23 Maret 2010 jam 19.00 WIB dari http://www.kompas.com/kompas-cetak/0411/01/swara/1356956.htm.
http://indobic.biotrop.org diunduh tanggal 13 Maret 2010 jam 21.00 WIB
Threadworms diunduh tanggal 29 Maret 2010 jam 12.30 WIB dari http://www.patient.co.uk/health/Threadworms.htm.
Mencegah dan Mengatasi Cacingan diunduh tanggal 29 Maret 2010 jam 10.05 WIB dari http://www.dechacare.com/Mencegah-dan-Mengatasi-Cacingan-I757.html
Anemia Defisiensi Besi diunduh tanggal 29 Maret 2010 jam 12.15 WIB dari http://www.pppl.depkes.go.id/
Rubrik Sehat diunduh tanggal 27 Maret 2010 jam 16.00 WIB dari http://www.tabloid-nakita.com/artikel








Thanks Dah Pada Mampir


0 komentar:

Posting Komentar